Cari Blog Ini

Kamis, 26 Januari 2012

JUAL GINJAL DEMI PERPUSTAKAAN

Patut untuk direnungkan !,,
kita seorang Pustakawan apa yang telah kita perbuat untuk Perpustakaan, Pengorbanan apa yang sudah kita torehkan untuk Pemustaka,,, seberapa banyak materi yang telah kita sisihkan untuk Taman Bacaan,,, ?

Ada sedikit kisah dari Saudara kita yang ada di Malang Jawa Timur,,dan cerita ini aku dapatkan dari beberapa sumber selain juga sudah pernah mengunjungi bersama  Rumah Baca Anak Sholih..

Sempat terbesit dalam pikiran Eko Cahyono (30), seorang pemuda lulusan sekolah dasar untuk menjual organ ginjalnya. Ide itu lakukan hanya untuk mempertahankan perpustakaan miliknya yang telah dirintis sejak 1997 lalu. Pasalnya, lahan yang selama ini berdiri bangunan perpustakaan 'Anak Bangsa' itu akan dijual oleh pemiliknya.

"Lahan ini saya gunakan tanpa sewa, hanya dipinjami. Karena ada konflik keluarga, pemilik akan menjualnya. Untuk mendapatkan lahan ini ide untuk menjual ginjal muncul dalam pikiran saya," kata Eko, saat ditemui detiksurabaya.com di perpustakaan 'Anak Bangsa' di Jalan Brawijaya, Desa Sukopuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Selasa (18/5/2010).

Rupanya keinginan menjual ginjal ini mendapat perhatian masyarakat. Terbukti, 3 orang dari luar Jawa Timur sempat menanyakan harga ginjal miliknya.

"Karena tidak ada uang, organ ginjal maunya saya jual. Saat itu ada tiga orang dari Bali, Jakarta, dan Solo berniat akan membeli. Namun, saya mengalami kegagalan ketika akan menjualnya," kata Eko.

Putra pasangan Supeno (55) dan Ponisah (48), ini mengaku selama akan menjual ginjalnya, banyak terjadi kendala akhirnya ginjalnya gagal terjual, meski telah ada kesepakatan harga.

"Orang Bali itu meninggal sebelumnya membeli ginjal saya dengan harga 400 juta, sementara orang Jakarta itu batal membeli, karena telah diberi ginjal oleh saudaranya," cerita alumnus SD Negeri I Sukopuro ini.

Anda ingin membantu meringankan beban Eko Cahyono, bisa melalui transfer dengan kode 185. Misal, transfer Rp 100.000 menjadi 100.185.

Meskipun cuma lulusan SD, desa Sukopuro yang berlokasi di Jabung, Malang, patut bersyukur memiliki warga sekelas Eko Cahyono. Why? Betapa tidak: dari kepedulian dan jerih payahnyalah kini berdiri sebuah perpustakaan sederhana yang menawarkan beragam pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. Saat mendirikan Perpustakaan Anak Bangsa, kurang lebih 10 tahun lalu, tepatnya di tahun 1998, Eko, bungsu dari tiga bersaudara dan masih membujang ini rela memberikan semua yang dia punya agar perpustakaannya bertahan; tabungan, TV, radio, handphone, VCD, sepeda motor. Ketika menyadari itu semua belum cukup, Eko bahkan berniat menjual satu ginjalnya!
Mengenai Perpustakaan Anak Bangsa sendiri, koleksi buku, yang ditaksir berjumlah 9000-an, didapat dengan cara meminta bantuan dari rumah ke rumah. Ragamnya lumayan banyak; buku pelajaran, agama, cerita, biografi tokoh serta buku-buku umum. Selain itu, proses peminjamannya yang mudah, tidak banyak aturan, dan dibuka 24 jam, sepanjang minggu. Nggak tanggung-tanggung, walaupun kecil dan sederhana, Perpustakaan Anak Bangsa rutin didatangi orang dalam jumlah yang cenderung meningkat secara signifikan. Beranggotakan 5463 orang dari 20 desa, yaitu Lawang, Singosari, Pakis, Tumpang, dan lainnya, perpustakaan ini punya kegiatan yang sangat variatif. Sebut saja: diskusi, bedah buku, lomba, baca puisi, nonton bareng, dan debat terbuka. Usia pengunjungnya? Beraneka. Dari anak TK, SD, SMP, sampai mahasiswa, maupun masyarakat umum. Mereka datang untuk membaca dan meminjam buku yang menjadikan sirkulasi keluar-masuk buku sangat besar. Keunikan lain dari perpustakaan ini adalah para pengunjung bisa menulis puisi, cerpen, atau pantun untuk kemudian dipajang sebagai koleksi hasil karya.
Secara umum, Eko Cahyono bahkan menilai fasilitas sekolah di daerahnya masih jauh dari memadai. Mungkin karena itulah warga setempat kehausan bacaan. Eko, yang juga bertindak sebagai pengurus pengelola perpustakaan, mengungkapkan bahwa dirinya sempat berusaha mengajukan proposal meminta bantuan ke berbagai pihak. Bukannya dipermudah, pria kelahiran 28 Maret 1980 ini malah ditanya soal badan hukum, akte notaris, struktur organisasi, dan kliping-kliping dari media. Akibatnya? perpusnya belum punya gedung sendiri, sering berpindah-pindah, dan bahkan terancam digusur, kurang lebih, satu bulan lagi, Temans! Ada nggak yang bisa bantu perpus ini tetap hidup, ya? Yang bisa, tolong dong! Prihatin banget nih sama perpus independen kayak gini!
Perpustakaan Anak Bangsa
Jln. Brawijaya, Desa Sekarpuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang 65155
Telp. 0341-9113081

Jumat, 13 Januari 2012

Perpustakaan Canggih di Dunia

Sudah sewajarnya, perpustakaan dihuni puluhan ribu koleksi buku guna memudahkan penggalian ilmu pengetahuan. Namun, hal tersebut tidak terjadi di gedung perpusatakaan ini.
Gedung yang berbentuk kubah dari kaca tersebut hanya diisi oleh barisan bangku dan meja, serta beberapa slot pada dinding berbahan metal yang bisa dibuka-tutup tersebut, tidak memajang buku koleksi mereka dengan lemari super besar.
Perpustakaan dengan nama Joe and Rika Mansueto Library, yang didaulat sebagai perpustakaan tercanggih se-dunia, tidak mentransformasi buku ke dalam format digital, pun bukan tidak punya koleksi buku dari beberapa jaman, tetapi buku-buku tersebut disimpan di dalam tanah.
Lalu, untuk meletakkan dan menaruh buku semuanya dikerjakan dengan komputer dan robot. Demikian yang disitat dari situs Otakku, Selasa (10/1/2012).
Tempat penyimpanan buku tersebut terletak di dalam tanah dengan tingggi ruangan setara dengan lima lantai dan semua buku disimpan dalam rak raksasa. Dengan total sekira 3,5 juta buku.

http://beritaperpus.wordpress.com/2012/01/10/canggih-gedung-perpustakan-tanpa-buku/
Semua buku disimpan dalam sebuah wadah yang bisa menyimpan 100 buku dan wadah tersebut diletakkan di rak raksasa tersebut dimana sebuah robot akan mengambil atau  meletakkan buku berdasarkan sistem barcode.
Untuk meminjam buku, Anda bisa melakukannya secara online melalui komputer. Kemudian, buku akan keluar ke meja khusus dalam waktu sekira lima menit saja.
Cara ini tentu saja bukan hanya lebih mudah dalam hal meletakkan dan mengambil buku, tetapi sekaligus bisa hemat ruang. Sehingga gudang buku ini bisa menyimpan tujuh  kali lebih banyak dibandingkan perpsutakaan dengan ukuran yang sama.
Kecanggihan tersebut tentu saja dibarengi dengan harga yang fantastis. Perpustakaan ini menghabiskan dana sekitar USD81 juta atau sekira Rp740 miliar.
Sementara untuk nama perpustakaan Joe Mansueto dan Rika Yoshida diambil dari nama alumni dari Chicago University yang telah menyumbang uang sebesar USD25 juta atau setara dengan Rp228 miliar sebagai rasa terima kasih kampus terhadap kedermawanan mereka.

Guru Kita Al Ghozali


Kita sebagai orang yang berpengetahuan dan berpikir ilmiah. Kita perlu mengetahui beberapa ilmuawan  diantaranya Al Ghozali .Di Indonesia, Al-Ghazali terkenal sebagai pakar Ilmu Filsafat dan tasawuf. Ada yang mampu memahami buku-bukunya dalam bidang ilmu tasawuf dan filsat secara ilmiah,dengan pemikiran yang sehat dan obyektif. Adapula yang memahami buku-bukunya tentang tasawuf tanpa bekal ilmiah yang mantap, sehingga mereka ingin mengejar kehidupan yang hanya membawa kepada akhirat yang bahagia dengan meninggalkan kehidupan dan ilmu pengetahuan yang diperlukan di dunia ini.

Karya besar Al-Ghazali yang banyak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah buku “Ihya Ulumuddin”.suatu karya besar yang mengupas berbagai masalah kejiwaan,pendidikan,aqidah dan ibadah.

Al-Ghazali adalah seorang intelektual agung yang bersifat generis dengan keahlian yang multi dimensional,baik di bidang keagamaan,filsafat dan ilmu pengetahuan umum.generalisasi keahliannya itu menunjukkan keluwesannya dan mengungkap permasalahan dan ternyata dia mampu menyelesaikan pertentangan-pertentangan intelektual pada masanya dan melahirkan pemikiran baru dalam filsafat. Ilmunya yang telah terbukti kebenarannya di masa sekarang.

Epistimologi Al-Ghazali bersifat monokhomatik artinya dia tidak memilah antara ilmu syar’iyyah dan ghairu syar’iyyah melainkan keduanya itu merupakan pengetahuan muamalah untuk sampai pada tingkat pengetahuan mukasyafah yakni al-Haqiqah. Kebenaran mukasyafah yang merupakan kebenaran hakiki. Sedangkan pengetahuan muamalah merupakan jalan menuju muksyafah.

Di sinilah maknanya ilmu pengetahuan itu menurut konsep Al-Ghazali adalah satu,sedangkan klasifikasi ilmu dan hukum fardhu ain dan fardhu kifayah dalam menuntut ilmu muncul sebagai akibat beragamnya tingkat kemampuan bawaan insaniyah.ilmu fardhu ain adalah ilmu yang tidak memerlukan kemampuan manusia untuk mencapainya karena ia telah termaktub dalam seluruh ajaran agama terutama yang bersifat aqidah dan ibadah madhah.sedangkan ilmu fardhu kifayah sepenuhnya diserahkan kepada manusia untuk mengembangkannya berdasarkan kemampuan setiap individu.

Persepsi ilmu versi Al-Ghazali dipandang dari segi psikologik nampak membangun suatu trad baru dalam disiplin psikologi itu sendiri sebab Al-Ghazali bukan hanya semata-mata memperhitungkan aspek potensi insani,melainkan juga keterlibatan kekuasaan ilahipun sangat menentukan.

kaitan dengan agen informasi di perpustakaan kita mestinya mengetahui perkembangan tokoh dan ilmuwan. 

Kamis, 08 Desember 2011

BERBAGI UNTUK ANAK NEGERI


Dalam kehidupan di pedesaaan lereng Gunung Merapi sangat dekat dengan buta huruf. Hal ini terbukti dengan data 80 %  masyarakat dilereng merapi tidak bisa membaca dan menulis. Masyarakat menjalani kehidupan dengan bercocok tanam dan berternak di lahan di sekitar lereng. Medan secara geografis yang begitu sulit untuk dijangkau dan berada pada ketinggian yang jauh dari keramain informasi dan teknologi menjadikan masyarakat di lereng merapi ini hanya sekedar menjalani sebuah kehidupan. Dari kultur budaya yang sangat sederhana dan hanya memikirkan jangka pendek dalam kehidupan mereka. Jarang dari mereka memikirkan bagaimana kehidupan esok hari agar lebih baik. Sehingga yang terjadi dimasyarakat kemiskinan yang terstruktur dalam keturunan mereka.
Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena hingga kini belum bisa dientaskan dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia[1].
 Kemiskinan dalam sebuah keluarga merupakan permasalahan kemanusiaan purba, yang bersifat laten dan aktual sekaligus. Kemiskinan telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun.
Kemiskinan dalam keluarga merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, kematian dini. Masalah buta huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan.
Dalam hal pendidikan masih sangat minim, untuk mancapai pendidikan menengah, mayoritas masyarakatnya tidak berpendidikan, jika ada yang berpendidikan bagi generasi   kedua hanya samapai sekolah dasar dan menengah pertama, setelah menyelesaikan itu bagi anak anak terus membantu orang tua di lading atau mencari rumput untuk ternaknya.
Dari feniomena diatas maka ada program pemberantasan buta huruf. Namun  pemberantarsan buta hurufpun belum akan mengeluarkan mereka dari jeratan kemiskinan. Karena target dari program itu  hanya sekedar masyarakat  bisa baca. Maka melalui instasi terkait didirikanllah Taman Bacaan Masysrakat, yang diharapkan dapat membantu masyarakat di sekitar  lereng merapi memperoleh pengetahuan sehingga diharapkan dapat keluar dari jeratan kemiskinan
Namun pada kenyataannya program hanya sekedar program, yang belum pernah ada evaluasi dari pemerintah berkaitan dengan taman bacaan masyarakat. Taman Bacaan Masyarakat tetap sepi dari pengunjung, masyarakat enggan memanfaatkannya, masyakrakat lebih menghabiskan waktunya untuk bercocok taman diladang dan merumput di lereng pegunungan
Maka untuk menselaraskan antara taman bacaan masyarakat dengan program pemberantasan buta huruf  dan mengentaskan kemiskinan masyarakat ini perlu adanya pendekatan dan kajian antropologis. Tanpa kita menggunakan pedekatan tersebut masyarakat akan tetap pada pendiriannya adalah menhabiskan waktunya diladang dan merumput di lereng pegunungan.
Untuk itu perlu  diakukan penelitian pendekatan antropologis agar masyarakat mengetahui dan manfaat minat baca melalui Taman Bacaan Masyarakat untuk kehidupan mereka yang dapat membantu kelaur dari jeratan kemiskinan




[1] Alfian, Gejala perubahan sosial, ( Bandung : Alfabeta, 2000), hal 13