Cari Blog Ini

Jumat, 13 Januari 2012

Guru Kita Al Ghozali


Kita sebagai orang yang berpengetahuan dan berpikir ilmiah. Kita perlu mengetahui beberapa ilmuawan  diantaranya Al Ghozali .Di Indonesia, Al-Ghazali terkenal sebagai pakar Ilmu Filsafat dan tasawuf. Ada yang mampu memahami buku-bukunya dalam bidang ilmu tasawuf dan filsat secara ilmiah,dengan pemikiran yang sehat dan obyektif. Adapula yang memahami buku-bukunya tentang tasawuf tanpa bekal ilmiah yang mantap, sehingga mereka ingin mengejar kehidupan yang hanya membawa kepada akhirat yang bahagia dengan meninggalkan kehidupan dan ilmu pengetahuan yang diperlukan di dunia ini.

Karya besar Al-Ghazali yang banyak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah buku “Ihya Ulumuddin”.suatu karya besar yang mengupas berbagai masalah kejiwaan,pendidikan,aqidah dan ibadah.

Al-Ghazali adalah seorang intelektual agung yang bersifat generis dengan keahlian yang multi dimensional,baik di bidang keagamaan,filsafat dan ilmu pengetahuan umum.generalisasi keahliannya itu menunjukkan keluwesannya dan mengungkap permasalahan dan ternyata dia mampu menyelesaikan pertentangan-pertentangan intelektual pada masanya dan melahirkan pemikiran baru dalam filsafat. Ilmunya yang telah terbukti kebenarannya di masa sekarang.

Epistimologi Al-Ghazali bersifat monokhomatik artinya dia tidak memilah antara ilmu syar’iyyah dan ghairu syar’iyyah melainkan keduanya itu merupakan pengetahuan muamalah untuk sampai pada tingkat pengetahuan mukasyafah yakni al-Haqiqah. Kebenaran mukasyafah yang merupakan kebenaran hakiki. Sedangkan pengetahuan muamalah merupakan jalan menuju muksyafah.

Di sinilah maknanya ilmu pengetahuan itu menurut konsep Al-Ghazali adalah satu,sedangkan klasifikasi ilmu dan hukum fardhu ain dan fardhu kifayah dalam menuntut ilmu muncul sebagai akibat beragamnya tingkat kemampuan bawaan insaniyah.ilmu fardhu ain adalah ilmu yang tidak memerlukan kemampuan manusia untuk mencapainya karena ia telah termaktub dalam seluruh ajaran agama terutama yang bersifat aqidah dan ibadah madhah.sedangkan ilmu fardhu kifayah sepenuhnya diserahkan kepada manusia untuk mengembangkannya berdasarkan kemampuan setiap individu.

Persepsi ilmu versi Al-Ghazali dipandang dari segi psikologik nampak membangun suatu trad baru dalam disiplin psikologi itu sendiri sebab Al-Ghazali bukan hanya semata-mata memperhitungkan aspek potensi insani,melainkan juga keterlibatan kekuasaan ilahipun sangat menentukan.

kaitan dengan agen informasi di perpustakaan kita mestinya mengetahui perkembangan tokoh dan ilmuwan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar